18 Apr 2009

Asesor dan Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia

SIAPA ASESOR ITU?

Dalam Pedoman BNSP 201-2005 disebutkan bahwa asesor kompetensi adalah seseorang yang mempunyai kualifikasi yang relevan dan kompeten untuk melaksanakan asesmen atau penilaian kompetensi. Seorang dinyatakan sebagai asesor kompetensi apabila memiliki nomor register dari BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) dan sertifikat kompetensi untuk bidang pekerjaan asesmen/uji kompetensi. Selain itu, seorang asesor juga harus:

 mengerti skema sertifikasi yang relevan,
 memiliki pengetahuan yang cukup mengenai metode uji atau bagian dari suatu uji,
 memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang yang akan diuji,
 mampu berkomunikasi dengan efektif baik secara lisan maupun tulisan dalam bahasa yang digunakan dalam uji, dan
 bebas dari kepentingan apapun, sehingga dapat melakukan asesmen dengan tidak memihak dan tidak diskriminatif.

Asesmen adalah sebuah proses yang sistematis dalam mengumpulkan bukti-bukti, kemudian membandingkan bukti-bukti tersebut dengan standard kompetensi dan membuat keputusan apakah seseorang telah mencapai kompetensi. Oleh karena itu, seorang asesor harus memiliki kompetensi berikut:

 merencanakan asesmen,
 melaksanakan asesmen,
 mengkaji ulang asesmen

Proses untuk menjadi seorang asesor adalah dengan mengikuti program pelatihan asesor kompetensi secara lengkap, mengikuti proses penilaian yang dilakukan oleh Master Asesor dan direkomendasikan kompeten sebagai asesor uji kompetensi sesuai dengan unit-unit kompetensi penilaian yang dipersyaratkan.

Seorang asesor kompetensi mampu merencanakan asesmen dengan baik, sehingga dapat melakukan penilaian terhadap seorang peserta uji (asesi) secara tepat tentang pencapaiannya terhadap standard kompetensi.

Lebih rinci lagi, seorang asesor mampu menilai pencapaian seorang peserta uji terhadap setiap kriteria unjuk kerja yang ada dalam standard kompetensi dengan mengikuti panduan penilaian yang ada, untuk mengungkap 3 unsur kompetensi (skill, knowledge, attitude) berdasarkan tingkatan yang sesuai pada setiap kompetensi kunci.

Di dalam penilaiannya, seorang asesor juga berdasarkan 5 dimensi kompetensi, yaitu task skill, task management skill, contigency management skill, environment management skill, transfer skill.

Perlu diketahui, bahwa semua perencanaan asesmen haruslah tertulis. Hal ini menjadi penting, karena asesmen haruslah bersifat fair, reliable dan konsisten. Untuk itu, di dalam melakukan asesmen, seorang asesor harus mengikuti prinsip-prinsip asesmen dan mengikuti aturan-aturan di dalam pengumpulan bukti. Asesor juga dituntut menguasai sejumlah metode asesmen, sehingga betul-betul dapat menerapkan berbagai metoda yang cocok untuk dapat mengungkap secara optimal terhadap pencapaian unjuk kerja oleh peserta uji.

Asesor bukanlah pengawas, asesor adalah penilai yang bekerja secara kemitraan dengan peserta, oleh karena itu asesor harus dapat membuat peserta uji dalam kondisi nyaman, tidak dalam posisi tertekan, grogi dan sebagainya.

Sebagai asesor tentu berbeda dengan profesi dokter, jika seorang dokter dapat membuka praktek sendiri di rumah, sedangkan asesor tidak. Seorang asesor bekerja atas penugasan dari LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi). Tugas seorang asesor hanya sampai pada merekomendasikan peserta uji, apakah dapat dinyatakan kompeten atau belum, sedangkan keputusan dan sertifikat kompetensi diterbitkan oleh LSP yang bersangkutan. Berbeda pula dengan jenjang pendidikan yang dinyatakan dengan ijasah yang berlaku seumur hidup, kompetensi sebagai asesor mempunyai batas waktu ( saat ini 2 tahun), dimana dalam masa tersebut, ia harus selalu mempertahankan kompetensinya, misalnya dengan aktif melakukan tugasnya sebagai asesor. Anda berminat jadi seorang asesor?

DAYA SAING TENAGA KERJA INDONESIA

Kita ketahui bahwa saat ini daya saing sumber daya manusia Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk rendahnya tingkat daya saing global sektor industri di Indonesia. Kompetensi tenaga kerja kita masih sangat minim dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain. Hal ini dikarenakan, sistem pendidikan kita tidak sejalan dengan tuntutan dunia kerja. Oleh karena itu, seharusnya kita lebih banyak menyiapkan tenaga kerja melalui pelatihan yang berbasis kompetensi (competency based training). Sehingga, nantinya peran asesor menjadi sangat penting, karena para peserta pelatihan maupun para tenaga kerja yang sudah berpengalaman perlu mendapatkan pengakuan terhadap standard kompetensi kerja. Semakin banyak tenaga kerja kita yang kompeten, tentu semakin meningkat daya saing tenaga kerja kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar