Ceritaku


CERITA 1:
PERJALANAN SEORANG ANAK DESA BERNAMA ZETIEN
oleh Zinsari


Pertama kali menginjakkan kaki di Kota Pelajar, Kota Gudeg, remaja ini hanya punya satu tujuan, yaitu bisa masuk UGM. Kepada Ibunya, ia berkata "kalau tidak diterima di UGM, Zetien akan pulang lagi Bu". Ibunya memang sangat berat untuk melepas putra bungsunya jauh-jauh dari sisinya, selain itu juga di keluarganya belum ada satupun yang merantau ke kota lain. Niatnya begitu kuat untuk melanjutkan studinya hingga Zetien nekat berangkat dari desa kelahirannya menuju Yogyakarta. Walau berat, akhirnya Ibunya rela juga, demi anak mengejar masa depan yang lebih baik.


Berbekal selembar ijazah sma plus beberapa helai baju, sedikit uang dari Ibu, Bapak dan Kakak, mulailah Zetien menata masa depan di Yogya. Suatu hal yg tidak dipikirkan adalah mau tinggal dimana ketika sampai di Yogya, untung ada seorang teman yg bersedia menampungnya, walaupun temannya juga ngekos juga, tapi hanya bisa satu-dua hari saja, takut ketahuan ibu kos. Hari-hari berikutnya ia mulailah mencari kos-kosan yang murah, susah juga mencari kos, karena belum tahu jalan, sampai akhirnya ia temukan juga kost yang terjangkau, walau sederhana tapi bisa ditempati, sehingga bisa konsentrasi ke pendaftaran kuliah.


Tekadnya hanya satu masuk UGM, Universitas Gadjah Mada, Universitas yang sangat terkenal. Setelah beli formulir pendaftaran, ia isi dan pilihannya jatuh pada fakultas teknik jurusan teknik elektro (waktu itu namanya masih teknik listrik). Listrik adalah suatu hal yang asing baginya, mengingat sejak kecil belum pernah menikmati terangnya lampu listrik, paling banter lampu petromak, maklum orang desa.


Singkat cerita, tekad ia membuahkan hasil, ia diterima sebagai mahasiswa UGM, fakultas teknik, jurusan teknik listrik. Ia merupakan salah satu dari 50 mahasiswa yg diterima di jurusan itu pada tahun 1979. Tak lupa ia segera kirim surat ke orang tuanya (walaupun orang tuanya buta huruf, tapi ada kakaknya yang bisa membacakannya), memberi kabar kalau ia dapat kuliah di Yogya, Ibu tidak usah khawatir, karena kuliah di UGM didanai oleh Pemerintah, tidak perlu bayar uang gedung, tidak ada sumbangan ini itu, ia hanya perlu bayar rp.30.000,- (tigapuluh ribu rupiah) itu sudah termasuk uang kuliah satu semester, satu stel jaket almamater yang keren.


Awal kuliah merupakan perjuangan berat, mengingat listrik merupakan barang baru baginya, jangankan kestrum, pegang colokan listrik aja belum pernah. Namun berkat tekad dan janjinya kepada sang Ibu, semuanya dapat ia atasi dengan belajar, belajar dan belajar. UGM memang sangat baik, semester berikutnya cukup bayar Rp. 18.000 (delapan belas ribu rupiah), artinya ia hanya bayar Rp. 3.000,- per bulannya, itu sudah all in, tidak ada pungutan lain lagi. Sekarang kalau diingat-ingat, duit segitu mungkin tidak cukup untuk biaya satu kali praktek di laboratorium. Namun demikian, ia tetap membutuhkan dana untuk bayar kos, makan dan beli buku (walaupun terkadang terpaksa beli buku bekas), beruntung kakaknya sudah bekerja sebagai pelayan toko, sehingga upahnya yang tidak seberapa bisa dikirim ke Yogya.



Berkat Dosen

Ketika memasukki semester 6, salah satu dosen elektronikanya memberikan jalan untuk meringankan beban orang tua maupun sang kakak. Ia diterima sebagai guru di sebuah SMA di Yogyakarta, berkat rekomendasi dari sang dosen. Sejak itu, ia punya penghasilan, ia bisa biayai sendiri kebutuhannya di Yogya. Tidak lama berselang, kebaikan kembali datang, kali ini datang dari dosen bidang komputer, ia bersama temannya diangkat jadi asisten sang dosen, suatu kebanggan, menambah pengalaman sebagai bekal untuk mematangkan diri, tetapi juga dapat bayaran lagi.


Si Tukang Sayur

Ketika sudah punya penghasilan dari mengajar dan asisten dosen, ia punya sedikit simpanan sehingga bisa pulang ke desanya ketika liburan semesteran. Pekerjaan yang ia lakukan sejak SMP hingga SMA pun ia lakukan lagi ketika mengisi liburan, yaitu sebagai pedagang sayur keliling dengan sepeda bututnya. Rupanya para pelanggannya yang umumnya ibu-ibu terkaget-kaget melihat kehadiran kembali sang penjual sayur. Pertanyaan yang sama selalu disodorkan kepadanya, yaitu "Kemana aja? Kok lama ga jualan?" Lalu jawabannya pun sama, "saya kuliah di Yogya, UGM". Tadinya, ia agak malu, tetapi akhirnya ternyata justru jawabannya sangat berkesan di hati para pelanggan, sehingga hari-hari berikutnya dagangannya menjadi sangat laku. Ibu-ibu tidak sabaran menanti kedatangannya setiap hari, bahkan terkadang ia harus berjualan lebih dari satu trip. Rupanya ibu-ibu tidak menyangka seorang anak desa bisa menjadi mahasiswa di universitas yang terkenal itu dan kok masih mau jualan sayur. Sebenarnya ia mengisi liburan dengan berjualan sayur itu, selain membantu keluarga petani ini untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, ia juga berupaya merealisasikan janjinya kepada sang kakak perempuannya. Sejak SMP ia sudah berjanji untuk membelikan satu unit mesin jahit kepada kakaknya agar sang kakak bisa menjahit. Ia memang berasal dari keluarga petani sayur di desa kecil, di Jambi, rumahnya persis di pinggiran hutan, rumah yg terbuat dari kayu-kayu gelondongan lalu ditutupi dengan daun atap dan berlantai tanah merah yang polanya bisa berubah-ubah sesuai dengan penambahan tanah yang terbawa dari ladang. Bapaknya seorang petani tulen, setiap pagi menjajakan sayuran dari ladang sendiri ke pasar, penghasilannya cukupan, yaitu cukup buat beli beras, garam dan gula, kadang-kadang masih bisalah beli baju walaupun masih ada cap perusahaan terigu. Kalau lauk tidak perlu beli, karena sayur tinggal petik dari ladang, ikan bisa tangkap di payoh atau di kolam. Entah kenapa sampai pada kalimat ini, mata saya basah dan hidung sedikit meler...


Ibu Bapak Kos Beruntung ia akhirnya mendapatkan tempat kos yang murah dan baik. Ibu/Bapak kos sangat baik, mereka memperlakukannya seperti anak sendiri. Ketika ia sakit, sang Ibu kos memasakkannya bubur, bahkan tak jarang mengantarkannya berobat. Kebaikan ibu/bapak kosnya tidak dilupakan, bahkan sampai sekarang ia masih menjalin tali silahturahmi dengan mereka. Begitu juga rekan-rekan kos lainnya semua sangat bersahabat dan masih terjalin hubungan baik, walau beberapa baru ditemukan kembali lewat facebook.


Ketika hari wisuda tiba, orang tuanya tidak bisa hadir, karena keterbatasan dana, maka Ibu/Bapak kos pun bersedia menjadi orang-tua sementara menghadiri acara wisuda. Ia yakin orang tua sementaranya pun turut bangga melihat anak kosnya berhasil menjadi seorang sarjana dan mendapat kehormatan menerima ijazah dari sang Dekan, karena prestasinya lulus dengan predikat Cumlaude. Ia juga adalah lulusan tercepat di angkatannya.



Berkat Sang Dosen

Ketika masih di bangku kuliah selalu mendapat tugas dari salah satu dosen senior, yaitu tugas melakukan eksprimen, tugas mencari pembuktian yang berkaitan dengan matematika maupun komputer dan yang tidak ketinggalan adalah tugas menulis. Tugas menulis biasanya untuk mendukung publikasi sang dosen di majalah-majalah luar negeri. Saat itu, terkadang dia merasa dimanfaatkan, namun bangga juga, karena tidak semua mahasiswa beliau diberi kesempatan seperti itu. Untuk mendukung tugas itu, acap kali dia dibelikan buku-buku jika sang dosen ke luar negeri, diberi kunci laboratorium agar dapat leluasa menggunakan laboratorium. Berkat dosen itulah, sekarang dia menjadi terbiasa menulis, bahkan telah menerbitkan 9 judul buku tentang komputer. Melalui buku-buku yang diterbitkan, ia menjadi dikenal orang, terutama para mahasiswa, tidak hanya di negeri sendiri, bahkan sampai ke negeri tetangga. Keahliannya dalam menulis telah mengantarkan perjalanan hidup seorang anak desa hingga menjadi konsultan di perusahaan besar sekaligus menggantikan peran orang asing di perusahaan tersebut, hitung-hitung ikut menghemat devisa negara.


Kegiatan Sekarang 30 tahun kemudian, kini melalui usahanya ia berusaha membantu pengusaha mikro dalam hal permodalan. Pengalaman hidup susah di masa kecil mudah-mudahan masih terus menjadi bekal pemahaman terhadap masyarakat kecil dan berjuang bersama dengan berbagai pihak untuk mengentaskan kemiskinan. Ia juga sadar pentingnya pendidikan, oleh karena itu ia antusias sekali setiap kali ada kesempatan berbagi ilmu.

Perjuangan Belum Selesai...

Kini anak desa ini sudah menjadi orang dewasa bahkan menjadi orang tua dari anak-anaknya, perjuangan masih berlanjut...tetapi minimal kisah perjuangan ini dapat mengingatkan anak-anaknya bahwa segala sesuatu itu adalah hasil perjuangan yang keras dan panjang. Tidak ada sukses yang datang tiba-tiba, tidak ada sukses dengan berharap pada orang lain, melainkan berawal dari usaha, berawal dari berjuang, berawal dari berikhtiar, berawal dari berdoa...dan kalau Tuhan mengizinkan.
=============================================================================================

CERITA 2:

UJIAN PERTAMA MENJADI SEORANG GURU
oleh Zinsari
Ketika sang dosen memperkenalkan ZetIEn kepada Kepala Sekolah SMA Negeri di Yogyakarta tahun 1982, saat itu merupakan suatu anugerah besar yang dia dapatkan. ZetIEn mendapat kesempatan dan kehormatan menjadi seorang guru di SMA, suatu pekerjaan yang sangat mulia dan juga sekaligus dapat membantunya meringankan beban orang tua dan kakaknya.

Namun ternyata meskipun diperkenalkan oleh sang dosen, untuk menjadi guru disana tidaklah diterima begitu saja. Sang kepala sekolah meminta dia untuk datang ke rumahnya hari minggu.Hatinya bingung apakah harus senang atau khawatir, karena belum tahu apa yang akan dihadapi hari minggu nanti. Apakah akan diajak makan bersama? diperkenalkan dengan anaknya? diminta merapihkan taman? atau hanya mau ngobrol2? wah serba belum pasti...


Ketika harinya tiba, dia datang sesuai permintaan sang kepala sekolah dengan hati yang sedikit gelisah. Tapi apapun yang akan terjadi harus dihadapi, jangan permalukan sang dosen, itu tekadnya. Ketika kepala sekolah menunjuk ke arah sebuah televisi kuno di pojok ruangan, pikirannya mulai terbuka. Bagaimana tidak, televisi tersebut dalam keadaan mati, sedikit kusam. Kepala sekolah meminta dia untuk coba menghidupkannya, karena sudah lama tidak bisa dihidupkan. Karuan saja, pikiran dia, memang betul dia kuliah di bidang teknik elektro, tetapi di kampus kan tidak diajarkan bagaimana memperbaiki televisi. Boro-boro membetulkan tv, sejak kecil sampai SMA dia memang tidak punya televisi di rumah, nonton televisi mungkin masih bisa dihitung dengan jari, yaitu nonton di ruang tamu kosnya. Lagi pula televisi yang dihadapi ini tv kuno, masih pakai pintu garasi di depan layarnya.


Sekali lagi, pantang mundur, dia coba minta obeng, lalu perlahan dibukanya casing televisi itu. Ternyata nasib baik berpihak padanya, ia secara tak sengaja melihat kabel power di dalamnya terputus. Mencoba menyambung kabel yang putus, lalu coba nyalakan televisi kuno itu, ternyata tokcer. Sang kepala sekolah senangnya bukan main, disalaminya dengan penuh kehangatan, dan memberi dia ucapkan selamat, besok anda mulai mengajar anak kelas I katanya. Lega hati ZetIEn, bersukurlah dia, karena kebaikan berpihak kepadanya. Besoknya mulailah ZetIEn menjadi seorang guru muda di SMA Negeri yang cukup favorit di Yogyakarta kala itu. Pengalaman mengajar di SMA ternyata merupakan pertanda kelak dia akan menjadi seorang pendidik...

 
==============================================================================================

CERITA 3:
AKTUALISASI DIRI LEWAT TULISAN
Oleh Zinsari

Ketika masih di bangku kuliah selalu mendapat tugas dari sang dosen (pak Fx.Soesianto, salam hormat pak), yaitu tugas melakukan eksprimen, tugas mencari pembuktian yang berkaitan dengan matematika maupun komputer dan yang tidak ketinggalan adalah tugas menulis. Tugas menulis biasanya untuk mendukung publikasi beliau di majalah-majalah luar negeri. Saat itu, terkadang saya merasa dimanfaatkan, namun bangga juga, karena tidak semua mahasiswa beliau diberi kesempatan seperti itu. Untuk mendukung tugas itu, saya dibelikan buku-buku jika beliau ke luar negeri, diberi kunci laboratorium agar dapat leluasa menggunakan laboratorium. Saya juga diangkat sebagai asisten beliau di berbagai jurusan dimana beliau mengajar, maksudnya agar saya mendapat pengalaman sekaligus mendapat bayaran tentunya...

Setelah lulus S1, baru saya sadari bahwa Sang Dosen sebenarnya adalah orang yang sangat berjasa dalam hidup saya, karena dialah saya menjadi terbiasa untuk menulis, termasuk mengikuti jejak beliau menulis buku. Sejak tahun 1985 sampai tahun 2000 saya telah berhasil menulis 9 judul buku komputer dan tulisan saya juga sempat menghiasi berbagai majalah komputer. Dan kini, saya juga menjadi penulis modul-modul pelatihan, serta aktif menulis di majalah.

MENGAPA SAYA BERPIKIR UNTUK MENULIS?
 

Ketika pertama kali merantau ke Jakarta, berbekal selembar ijazah S1 ternyata tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Ketika dompet sudah mulai menipis, maka tidak ada cara lain, kecuali melamar pekerjaan dari pintu ke pintu, artinya dari pintu kantor yg satu ke pintu kantor yang lain, sampai akhirnya ada sebuah jaringan toko komputer yang berpusat di Amerika bersedia menerima saya, itupun sebagai salesman. Jangan tanya gajinya berapa? mungkin sangat malu, seorang sarjana hanya dibayar segitu, namun apa boleh buat, perut perlu diisi, kos perlu dibayar. Sebulan berlalu, sang pimpinan melihat potensiku, sehingga dipindahkan ke posisi system engineer, istilah kerennya tukang insinyur sistem, termasuk memberikan training kepada customer. Materi yang sedang top saat itu adalah Lotus 1-2-3, spreadsheet yang sangat populer saat itu, sayapun menyiapkan materi pelatihan untuk itu.

Sang dosen kembali menjadi inspirasiku, mulailah berpikir bagaimana menggunakan keahlianku yang ditulari oleh dia bisa saya gunakan untuk memperbaiki nasib. Akhirnya saya bertekad untuk mempubilkasikan nama saya sendiri, agar dikenal orang. Singkat cerita, materi pelatihan yang ada saya konversi menjadi naskah buku, maka jadilah saya seorang penulis buku komputer yang kebetulan jaman itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita. Tentu jalan termudah adalah menyerahkan kepada penerbit dimana Sang Dosen menerbitkan buku, Andi Offset, karena mereka juga mengenal saya ketika masih menjadi asisten dosen (terima kasih Bpk Gondo, pemilik Andi Offset).


AWAL PERJUANGAN YANG TERNYATA SANGAT MENENTUKAN

Setelah buku-buku saya terbit, saya tidak tinggal diam, setelah pulang kantor saya selalu membawa buku-buku saya untuk ditawarkan kepada toko-toko komputer di daerah Glodok, Jakarta dengan maksud agar buku saya cepat dikenal dan tentu saja sekaligus mendapat tambahan penghasilan. Kadang-kadang pemilik toko mungkin merasa iba melihat perjuangan saya, sehingga kerap kali ia memesan buku saya, meskipun stocknya masih banyak (terima kasih banyak bapak Yos Budiharjo, seorang pemilik toko komputer di Glodok Jakarta). Hari minggu biasanya saya habiskan untuk berkunjung ke toko buku, bukan untuk membeli buku, tetapi memandang buku-buku saya yang dipajang disana, sering pula saya ikut menata pajangan buku agar mudah terlihat oleh pengunjung dan tak jarang pula saya ikut menyarankan pengunjung untuk membeli buku saya dengan iming-iming dapat tanda tangan saya langsung. Karena sering nongkrong di toko buku, maka pramuniaga toko buku pun banyak yang kenal dengan saya, sampai-sampai suatu hari saya didatangi seorang wartawan yang ingin mewawancarai saya. Momen itu tentu tidak saya sia-siakan untuk dapat menampilkan profile saya di suatu harian minggu saat itu.

PERAN ALUMNI 

Seorang alumni Universitas Gadjah Mada yang lebih senior yang saat itu sebagai salah satu pejabat di PLN Jakarta turut berperan dalam karier saya (maaf pak saya lupa nama Bapak, saya tahu Bapak yang menolong saya, meskipun melalui teman Bapak yang bernama Bpk Toto Tanamas). Beliau beberapa kali membuat workshop komputer dengan topik pembahasan buku saya. Disitulah saya merasakan bahwa kerja keras selama ini mulai menuai hasil, setiap acara workshop, saya sebagai pembicaranya (meskipun masih grogi), namun saya selalu memberanikan diri, apalagi pesertanya selalu antusias. Semangat menulis pun jadi semakin meningkat, hingga tidak terasa saya sudah menghasilkan 9 judul buku komputer.

DICARI KARENA NAMA

Berkat acara-acara workshop itu pula, ada seorang peserta workshop yang kemudian mengajak saya untuk bergabung di suatu perusahaan distribusi obat-obatan yang sangat terkemuka. Saya merasa terlalu cepat, mendapat posisi yang ditawarkan, sebagai seorang manager EDP yang membawahi puluhan staff yang umumnya jauh lebih tua. Asal tahu saja, saat itu menggunakan IBM S/36, komputer yang belum pernah saya lihat, apalagi menggunakannya. Sekali lagi, nama besar harus dipertahankan, jangan buat malu, belajar, belajar dan belajar, minimal bisa menyalakan dan mematikan mesin itu. Saya banyak belajar dari staff dan tentunya dari USI-IBM. Ketika mendapatkan kendaraan dinas, saya pun bingung, karena belum bisa mengendarainya.

Suatu hari saya didatangi beberapa staff dari suatu perusahaan milik negara yang meminta saya untuk menggantikan peran orang asing di perusahaan tersebut di dalam menangani teknologi informasinya. Ternyata mereka mengenal saya melalui buku dan mendapatkan alamat saya dari penerbit buku Andi Offset . Singkat cerita, saya pun bergabung disana, karena ini merupakan pekerjaan yang sangat menantang dan sekaligus membantu perusahaan tersebut dari ketergantungan kepada tenaga asing dan sekaligus juga ikut menghemat pengeluaran devisa tentunya. Tidak terasa pula, saya menjadi konsultan di perusahaan ini hingga 10 tahun.

KESIMPULAN

Kegiatan menulis yang saya lakukan ternyata telah menjadi jalan aktualisasi diri saya, menjadikan saya dikenal orang, mendatangkan pekerjaan yang selalu lebih menantang dan tentu lebih hasilnya. Tentu saja menulis bukanlah satu-satunya, melainkan masih banyak cara untuk aktualisasi diri. Ketika kita bukan siapa-siapa, maka perlu usaha dan perjuangan yang tak henti dan tidak perlu gengsi untuk melakukan hal-hal agar kita menjadi orang yang dapat diperhitungkan melalui cara-cara yang positif tentunya.

Saat ini, saya pun masih bukan siapa-siapa, sehingga masih terus berjuang untuk aktualiasi diri…termasuk menulis di blog ini.


===============================================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar