11 Apr 2009

Pengaruh Pemilu terhadap Kolektibilitas Kredit


Duduk di bangku Senayan, kursi empuk, enak untuk tidur, posisi terhormat, fasilitas berlimpah, dan tentu duit yang mengiurkan telah membuat banyak orang berusaha dengan segala cara untuk meraih impian itu. Tidak perduli apakah dirinya mampu atau tidak, mampu secara intelektual maupun materi. Hal ini terjadi pula pada kalangan yang hidupnya pas-pasan, segala sesuatu yang ada dikerahkan demi mengejar bangku impian.

Nasabah bank, khususnya nasabah bank perkreditan rakyat (bpr) yang ikut dalam caleg legislatif juga tidak sedikit. Tidak perduli apa partainya, yang penting bisa masuk dalam daftar caleg. Ada yang menjual tanah, rumah, dan harta benda lainnya. Yang lebih parah lagi adalah mereka memanfaatkan fasilitas pinjaman bank atau menggunakan dana pinjaman dari bank untuk mendanai pencalonan sampai pada kampanye pemilu. Kredit dari bank seharusnya untuk pengembangan usaha, namun tanpa pikir panjang, mereka alihkan untuk kampanye, sementara usaha ditelantarkan.

Kini pemilu sudah usai, ternyata banyak yang menjadi ling-lung, realita ternyata tidak seperti yang diimpikan, uang ludes, suara pemilih tak kunjung menghampiri mereka. Otak tidak mampu membayangkan apalagi berpikir. Salah siapa? Salah berita? Yang pasti para debitur kecil yang terkena musibah ini, akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya kepada bank, kualitas kredit akan memburuk, kinerja bank terganggu, dan seterusnya...

Kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, melainkan kita harus ikut berperan di dalam menyadarkan masyarakat sekitar kita untuk berusaha pada sektor yang produktif, jangan cepat tergiur pada hal-hal yang tidak pasti. Senayan memang mengiurkan tetapi jangan lupa banyak juga yang akhirnya harus terkungkung di belakang jeruji besi atau masuk rumah sakit jiwa sebelum sempat melihat Senayan. Lebih baik kita konsentrasi pada komunitas lingkungan kita dan terus bahu-membahu meningkatkan kesejahteraan masyarakat seikitar kita.

6 komentar:

  1. Anonim4/12/2009

    Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Bagaimana ya.. saat mereka mulai maju usahanya dan mulai berpengaruh di masyarakat dan mampu mengumpulkan massa..kadang mereka tertarik untuk menjadi caleg. Padahal mereka lupa bahwa usahanya dibiayai oleh bank. Akibatnya..sudah usaha tak dikembangkan.. jadi caleg pun tidak... kredit macet pula. Mungkin lebih mudah jadi caleg ya daripada jadi direktur BPR.

    BalasHapus
  3. Kelihatannya semua pihak harus berbuat sesuatu, jangan hanya mengejar kepentingan pribadi. Tidak ada waktu untuk menunggu semuanya, mari kita mulai dari lingkungan kecil dulu...Sudah saatnya kita melakukan restrukturisasi, biar beban mereka bisa diperingan...

    BalasHapus
  4. Dan mereka akan mengulanginya lagi 5 tahun kedepan... begitu pak???

    BalasHapus
  5. mulai sekarang dalam perjanjian kredit antara bank dg debitur harus ditambahkan 1 pasal: Dana yg diterima tidak boleh digunakan untuk kampanye pemilu, pilkada dan pilpres.........

    BalasHapus
  6. Sekalian kita tambahkan tidak boleh untuk kegiatan prostitusi, judi dan narkoba.. biar tambah jelas..walaupun aturan hukumnya memang sudah begitu... juga sekalian tidak boleh untuk menambah modal bank..

    BalasHapus